Komunikasi merupakan salah satu kunci bagi terciptanya keluarga harmonis, nggak jarang pertengkaran antar pasangan dipicu oleh kurangnya komunikasi atau dengan sengaja salah satu dari mereka menyimpan diam-diam yang menjadikan kecurigaan kemudian berujung pada pertengkaran. Di sini, saya sedikit kasih saran nih, bagi yang suka nyimpan diam-diam mending di-plong-in aja deh, kau lagi asyique chatting sama cowok/cewek lain? CERITA! Lagi ada planning kopdar sama alumni yang di dalamnya terkandung mantan? Bilang aja! astaga ini sesat banget sarannya XD Toh jika niatnya cuma menjalin silaturrahmi bukan masalah, kan? Tapi mungkin akan lebih baik jika kau nggak perlu mainan api, ya.. daripada nanti karenanya kebakar, ya nggak?
Oke lanjut..
Tentu saja bukan perihal gampang untuk membuat komunikasi yang hangat. Kita harus bisa menyesuaikan situasi dan kondisi ketika akan memulai sebuah dialog hangat dengan pasangan. Jujur, saya sendiri bukan tipe orang yang gampang dalam memulai percakapan, baik dengan pasangan, teman, maupun orang-orang di sekitar saya. Bahkan di awal-awal kesepakatan nikah dulu, saya dan pasangan hampir sering cekcok alasannya saya orangnya pendiam, ya.. bukan pendiam juga sih, cuma kurang suka aja sama yang namanya basa-basi jadi ya kebawa pas awal-awal nikah.. jarang ngomong. Pertikaian-pertikaian kecil tersebut seringnya timbul alasannya saya kurang bisa dalam mengikuti keadaan dengan pasangan yang notabene dia lebih mengarah ke pillow-talk-person #halah.
Makara waktu favorit pasangan saya buat ngobrol itu pas menjelang tidur, entah itu dialog ringan atau berat, sedangkan saya sebagai orang yang jarang ngomong, seringnya hanya berperan sebagai pendengar tanpa menunjukkan balasan selama sesi dialog berlangsung, ujung-ujungnya malah ngantuk, di sisi lain pasangan lagi serius banget sama bahasannya sementara bagi saya waktunya jadi kurang pas buat ngelanjutin dialog tersebut, ya gimana jika suami lagi ngomong rasanya kayak lagi dengerin cerita, bawaannya pengen bobo aja gitu XD Alhasil yang niat awal membuat dialog hangat malah jadi dialog sepihak, soalnya yang diajak ngobrol udah hingga negeri antah berantah duluan, gondoklah suami saya. Tapi idu dulu.. sekarang juga kadang masih gitu sih..
Makara waktu favorit pasangan saya buat ngobrol itu pas menjelang tidur, entah itu dialog ringan atau berat, sedangkan saya sebagai orang yang jarang ngomong, seringnya hanya berperan sebagai pendengar tanpa menunjukkan balasan selama sesi dialog berlangsung, ujung-ujungnya malah ngantuk, di sisi lain pasangan lagi serius banget sama bahasannya sementara bagi saya waktunya jadi kurang pas buat ngelanjutin dialog tersebut, ya gimana jika suami lagi ngomong rasanya kayak lagi dengerin cerita, bawaannya pengen bobo aja gitu XD Alhasil yang niat awal membuat dialog hangat malah jadi dialog sepihak, soalnya yang diajak ngobrol udah hingga negeri antah berantah duluan, gondoklah suami saya. Tapi idu dulu.. sekarang juga kadang masih gitu sih..
Tapi kadang kan meski kita sudah merencanakan "wah pas banget nih sikonnya, habis ini bilang ke suami minta dibeliin rumah, ah.." Eh.. mendadak ada hal tak terduga lain yang ingin disampaikan sama pasangan kita. Di sini kemampuan kita dalam mengendalikan diri sangat penting, bagaimana cara kita supaya nggak mendahulukan emosi sehingga pesan yang ingin disampaikan oleh pasangan sanggup kita terima dengan baik.
Pengendalian diri. Pengendalian diri memang mempunyai tugas penting untuk memilih terciptanya sebuah dialog hangat. Kalau mengacu pada 3 poin dalam goresan pena "Aliran Rasa Komunikasi Produktif" karya mommy blogger ketje berjulukan Ayu Citraningtias. Di sana menjelaskan bagaimana kita harus bisa menahan emosi, meredam amarah, tentunya juga bagaimana cara membuat hati dan fikiran kita kalem ketika melaksanakan sesi dari hati ke hati dengan pasangan.
Namun nggak selalu pihak kita juga yang harus menyesuaikan diri, pasangan pun harus mengerti dan memahami keadaan kita, kita harus bisa memberi pengertian atau memberikan pendapat. Mungkin kita semua sudah tahu, ya, jika setiap orang itu mempunyai reaksi berbeda-beda dalam mendapatkan pendapat, jika dalam kamus orang pacaran yakni "wanita selalu benar", maka berbeda dengan kehidupan kesepakatan nikah di mana "wanita tempatnya salah". Oke, di sini siapa yang pernah mencicipi hal serupa? *golek bolo*
Reaksi dari pasangan tersebut tolong-menolong tergantung dari cara kita memberikan pendapat juga sih, bagaimana supaya pendapat kita nggak berbalik jadi tindakkan yang dianggap salah oleh pasangan. Kalau kau memberikan pendapat ketika pasangan dalam keadaan capek, terperinci kau SALAH meskipun kau sudah berusaha memakai kalimat semanis mungkin. Berbeda dengan dialog ringan yang mungkin sanggup diterima kapan saja, dalam menunjukkan pendapat kita perlu memilih waktu yang tepat, jika pasanganmu pillow-talk-person kayak pasangan saya, kau bisa memanfaatkan moment tersebut untuk memberikan pendapatmu. [oke, istilah pillow-talk-person ini tolong-menolong saya adopsi dari novel yang ditulis Christian Simamora, jika nggak salah sih ya XD]. Makara saat-saat menjelang tidur di mana fikiran dalam keadaan damai dan rileks, saya akan memulai sesi dialog hangat dengan tujuan memberikan pendapat saya, kebanyakan sih berhasil ya, soalnya memang waktu yang saya pilih merupakan waktu favorit dia buat ngobrol.
Berbeda dengan masa pendekatan di mana kita sebagai kaum hawa populer dengan penggunaan kode-kode yang harus dipecahkan oleh calon pasangan kita, dalam kehidupan berumah tangga hal ibarat itu kebanyakan sudah nggak berlaku lagi. Menggunakan kalimat-kalimat sederhana serta ringan akan lebih efektif, selain gampang dimengerti, dialog kita juga akan menerima respon secara pribadi oleh pasangan tanpa harus memecahkan teka-teki lebih dulu.
Setelah satu dekade hidup bersama, sedikit-banyak hal yang saya pelajari ihwal bagaimana menghadapi pasangan, ketika saya lagi pengen memberikan pendapat melalui dialog hangat bersama pasangan, saya selalu memperhatikan beberapa hal tersebut di atas, meski nggak selamanya apa yang sudah direncanakan berjalan lancar, paling enggak kita sudah berusaha sesuai dengan kemampuan kita. Pastinya beda orang beda abjad pun beda juga dalam mempraktikkan teori hidup.
Baiklah, sebelum goresan pena ini merambat kemana-mana, mungkin lebih baik saya akhiri hingga di sini saja. Semoga pesan dalam goresan pena ini bisa tersampaikan dan diterima dengan baik meskipun penyampaiannya agak berantakan. Sekian dan terima kasih ^^
Salam...
Share this Article