Makalah Bahasa Indonesia
Penalaran Deduktif
Disusun oleh :
Febry Bramantyo Saputro
13113352
3ka12
Universitas Gunadarma
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan bimbinganNya yang selalu menyertai kami dalam menyelesaikan pembuatan makalah tentang “Penalaran Deduktif” ini. Makalah ini kami buat berdasarkan tugas yang diberikan oleh dosen Mata Kuliah Bahasa Indonesia 2 Ibu Rafiqa Maulidia,S.IP yang kami hormati. Tugas makalah ini kami tunjukan untuk kami sendiri sebagai pelajar yang belajar mamahami mengenai Penalaran, kemudian untuk dosen pengajar kami.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut prosedur atau kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari logika dapat disebut dengan penalaran dan pengetahuan yang benar dapat disebut dengan pengetahuan ilmiah. Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat menggunakan Penalaran Deduktif . Penalaran deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala. Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah tersebut dapat digunakan dan dilaksanakan dalam suatu wujud penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Penalaran Deduktif?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi Penalaran Deduktif.
2. Memahami arti Penalaran Deduktif.
3. Mampu menjelaskan Penalaran Deduktif.
4. Menyelesaikan tugas Bahasa Indoesia 2.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Penalaran
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. jenis metode dalam menalar yaitu deduktif.
2.2 BERFIKIR DEDUKTIF
Penalaran Deduktif adalah proses penalaran untuk manarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat umum. Proses penalaran ini disebut Deduksi. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal umum, menuku kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah proses pembentukan kesimpulan deduktif tersebut dapat dimulai dari suatu dalil atau hukum menuju kepada hal-hal yang kongkrit. Contoh : Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status social.
Penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan dapat pula dilakukan secara tak langsung.
1. Menarik Simpulan secara Langsung
Simpulan (konklusi) secara langsung ditarik dari satu premis. Sebaliknya, konklusi yang ditarik dari dua premis disebut simpulan taklangsung.
Misalnya:
a. Semua S adalah P. (premis)
Sebagian P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua ikan berdarah dingin. (premis)
Sebagian yang berdarah dingin adalah ikan. (simpulan)
b. Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Tidak satu pun P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor nyamuk pun adalah lalat. (premis)
Tidak seekor lalat pun adalah nyamuk. (simpulan)
c. Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Semua rudal adalah senjata berbahaya. (premis)
Tidak satu pun rudal adalah senjata tidak berbahaya. (simpulan)
d. Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Semua S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor pun harimau adalah singa. (premis)
Semua harimau adalah bukan singa. (simpulan)
e. Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Tidak satu pun tak-P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua gajah adalah berbelalai. (premis)
Tak satu pun gajah adalah takberbelalai. (simpulan)
Tidak satu pu yang takberbelalai adalah gajah. (simpulan)
2. Menarik Simpulan secara Tidak Langsung
Penalaran deduksi yang berupa penarikan simpulan secara tidak langsung memerlukan dua premis sebagai data. Dari dua premis ini akan dihasilkan sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus.
Untuk menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu premis (pernyataan dasar) yang bersifat pengetahuanyang semua orang sudah tahu, umpamanya setiap manusia akan mati, semua ikan berdarah dingin, semua sarjana adalah lulusan perguruan tinggi, atau semua pohon kelapa berakar serabut.
Beberapa jenis penalaran deduksi dengan penarikan secara tidak langsung sebagai berikut.
A. Silogisme Kategorial
Yang dimaksud dengan kategorial adalah silogisme yang terjadi dari tiga proposisi. Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi merupakan simpulan. Premis yang bersifat umum disebut premis mayor dan premis yang bersifat khusus disebut premis minor. Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term minor dan predikat simpulan disebut term mayor.
Contoh:
Semua manusia bijaksana.
Semua polisi adalah bijaksana.
Jadi, semua polisi bijaksana.
Untuk menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai penghubung antara premis mayor dan premis minor. Term penengah adalah silogisme diatas ialah manusia. Term penengah hanya terdapat pada premis, tidak terdapat pada simpulan. Kalau term penengah tidak ada, simpulan tidak dapat diambil.
Contoh:
Semua manusia tidak bijaksana.
Semua kera bukan manusia.
Jadi, (tidak ada kesimpulan).
Aturan umum silogisme kategorial adalah sebagai berikut.
a. Silogisme harus terdiri atas tiga term, yaitu term mayor, term minor dan term penengah.
Contoh:
Semua atlet harus giat berlatih.
Xantipe adalah seorang atlet.
Xantipe harus giat berlatih.
Term mayor = Xantipe.
Term minor = harus giat berlatih.
Term penengah = atlet.
Kalau lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah.
Contoh:
Gambar itu menempel di dinding.
Dinding itu menempel di tiang.
Dalam premis ini terdapat empat term yaitu gambar, menempel di dinding, dan dinding menempel ditiang. Oleh sebab itu, disini tidak dapat ditarik kesimpulan.
b. Silogisme terdiri atas tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor dan simpulan.
c. Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
Contoh:
Semua semut bukan ulat.
Tidak seekor ulat pun adalah manusia.
d. Bilah salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
Contoh:
Tidak seekor gajah pun adalah singa.
Semua gajah berbelalai.
Jadi, tidak seekor singa pun berbelalai.
e. Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
Contoh:
f. Dari dua premis yang khusus, tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
Sebagian orang jujur adalah petani.
Sebagian pegawai negeri adalah orang jujur.
Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
g. Bila salah satu premis khusus, simpulan akan bersifat khusus.
Contoh:
Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA.
Sebagian pemuda adalah mahasiswa.
Jadi, sebagian pemuda adalah lulusan SLTA.
h. Dari premis mayor yang khusus dan premis minor yang negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
Beberapa manusia adalah bijaksana.
Tidak seekor binatang pun adalah manusia.
Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
B. Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi kondisional hipotesis.
Kalau premis minornya membernarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Kalau premis minornya menolak anteseden, simpulan juga menolak konsekuen.
Contoh:
Jika besi dipanaskan, besi akan memuai.
Besi dipanaskan.
Jadi, besi memuai.
Jika besi tidak dipanaskan, besi tidak akan memuai.
Besi tidak dipanaskan.
Jadi, besi tidak akan memuai.
C. Silogisme Alterntif
Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Kalau premis minornya membenarkan salah satu alternatif, simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh:
Dia adalah seorang kiai atau profesor.
Dia seorang kiai.
Jadi, dia bukan seorang profesor.
Dia adalah seorang kiai atau profesor.
Dia bukan seorang kiai.
Jadi, dia seorang profesor.
D. Entimen
Sebenarnya silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun dalam lisan. Akan tetapi, ada bentuk silogisme yang tidak mempunyai premis mayor karena premis mayor itu sudah diketahui secara umum. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh:
Semua sarjana adalah orang cerdas.
Ali adalah seorang sarjana.
Jadi, Ali adalah orang cerdas.
Dari silogisme ini dapat ditarik satu entimen, yaitu “Ali adalah orang cerdas karena dia adalah seorang sarjana”.
Beberapa contoh entimen:
Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
Dengan demikian, silogisme dapat dijadikan entimen. Sebaliknya, sebuah entimen juga dapat diubah menjadi silogisme.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
Penalaran Deduktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang khusus berdasarkan fakta-fakta yang bersifat umum. Proses penalaran ini disebut Deduksi. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yaitu dimulai dari hal-hal umum, mengarah kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Share this Article