Hemm.. dari judul udah agak dramatis ya. Sengaja biar kamu membaca, wkwk. Tapi beneran kok aku gak bohong. Tulisan ini adalah curahan hati yang ingin ku jadikan sebuah bacaan yang dapat menginspirasi teman-teman. Oh ya, tulisan ini terinspirasi banyak hal. Tapi yang paling menonjol tentu cerita penulis sendiri. Selain Karena terpengaruh oleh beberapa lagu yang tak perlu aku sebutkan, wkwk. Takut sedih aku tuh.
Bicara penantian, hemm. Pernah gak dalam hidup kamu merasa digantung oleh seseorang? Yang sudah pernah, selamat. Kamu pasti akan faham apa yang aku bincangkan di bawah. Dari judul aja kita sudah membahas penantian, masak kamu gak pernah, jangan bohong deh! Wkwk.
Kata-kata Yang Tepat untuk Mengakhiri Penantian
Sejak SMA sampai kuliah, khususnya setelah aku putus dengan pacarku saat SMA. Aku sudah kehilangan rasa untuk bisa mencari pacar. Insting buas seorang laki-laki mencari wanita hilang. Entah kenapa, tapi pernah sih sekali jatuh cinta ke seseorang. Namun, aku hanya digantung tanpa sebuah jawaban. Saat itu, aku sudah mulai membuka diri untuk wanita. Khusunya aku sudah ingin memiliki pacar. Tapi ya gitu deh, ibarat atlet yang sudah beberapa tahun vakum tidak lari, aku mencoba lari tanpa pemanasan. Kesleo deh. Hemmm.. gini amat.
Tapi aku gak menyerah meskipun masih digantung. Kata teman-temanku aku keras kepala. Udah tau digantung masih mau aja deketin. Tapi aku tak merasa seperti itu. Aku hanya nurut dengan kata hatiku, melawan kata teman-temanku dan mengedepankan egoku sendiri. Yah, agak berhasil sih. Pernah agak dekat dan lumayan dekatlah, menurutku saja sih, entah gimana perasaannya. Itu pun kalau dia punya perasaan.
Setelah mengindahkan kata teman-temanku, aku mulai sadar bahwa aku hanyalah sebuah rumah sakit. Ya gitu deh, hunian orang-orang sakit. Tapi aku gak mau dong diibarakan rumah sakit. Lebih bijak, aku mengibaratkan diriku sebagai dokter untuk orang sakit. Meskipun tidak dibayar secara materi, tapi dibayar dengan psikologis dan pengalaman berharga. Bahwa, orang sakit memang seharusnya diperlakukan sebagaimana orang sakit. Jangan pernah berharap lebih pada orang sakit. Karena yang mereka harapkan adalah kesembuhan. Aku? Terlalu bodoh karena berharap mereka betah di rumah sakit.
Hingga akhirnya aku ditinggal dan kembali sendiri sebagai seorang dokter. Kembali berhadapan dengan pasien lain dan sudah tak memiliki perasaan yang sama seperti sebelumnya. Aku belajar dari kisah itu, bagaimana menanggapi orang patah hati. Patah hati jangan pernah diberi hati, tapi berikanlah obat. Mereka bukan ingin pengganti hati, tapi ingin menyambung hati yang terlanjur patah. Itu adalah keinginan terbesar mereka. Aku salah karena berfikir sebaliknya. Lagi-lagi kembali ke kisahku, aku belajar banyak bagaimana memperlakukan orang patah hati.
Saat sendiri, aku berfikir dan bergumam “ini adalah akhir penantian”. Aku berdiri menatap langit, menghembuskan nafas sekencang-kencangnya lalu berjalan melihat bentangan sawah yang melambai seolah berkata “kau punya masa depan yang lebih baik dari saat ini, jadikan ini pembelajaran. Jadilah bijak, terima keadaan dan jangan pernah menyerah”.
Aku mengangguk dengan sedikit air mata, menghapus sisa-sisa kecewa dan aku berjalan pergi melihat dunia baru, lebih indah dari yang lalu. Aku ingin merubah semua yang terjadi dan melihat semua dengan indah seperti awal.
Sumber https://detakpustaka.blogspot.com/
Share this Article