Pasti pernah ngerasin jatuh cinta (Bahasa Inggris: Fall in Love with Someone) kepada seseorang dong? tentu ada usaha bahkan pengorbanan untuk mendapatkannya. Perasaan cinta yaitu hal wajar, bukan cuma kau aja kok, saya sama. Biasanya kalau sudah kaya gitu pengen banget ngungkapin isi hati tetapi kadang ragu takut cinta bertepuk sebelah tangan. Bikin bingung juga, klo ngga diucapkan malah nyesek, kata teman sih mendingan diutarain daripada beliau tidak tau. Nah kebetulan sertapuisi.blogspot.com punya beberapa koleksi puisi populer singkat dan panjang khusus mengenai cinta dari sastrawan populer Indonesia Chairil Anwar.
Penasaran dengan kumpulan puisi-puisi cinta? terutama puisi karya Chairil Anwar, silahkan lanjut bacanya.
Cinta dan benci
Aku tidak pernah mengerti
Banyak orang menghembuskan cinta dan
benci
Dalam satu napas
Tapi kini saya tahu
Bahwa cinta dan benci yaitu saudara
Yang membodohi kita, memisahkan kita
Sekarang saya tahu bahwa
Cinta harus siap mencicipi sakit
Cinta harus siap untuk kehilangan
Cinta harus siap untuk terluka
Cinta harus siap untuk membenci
Karena itu hanya cinta yang sungguh2
mengizinkan kita
Untuk mengatur semua emosi dalam
perasaan
Setiap emosi jatuh... Keluarlah cinta
Sekarang saya mengetahui
implikasi dari cinta
Cinta tidak berasal dari hati
Tapi cinta berasal dari jiwa
Dari zat dasar manusia
Ya, saya senang telah mencintai
Karena dengan melaksanakan itu
saya merasa hidup
Dan tidak ada orang yang dapat
merebutnya dariku
Mirat Muda, Chairil Muda
Karya: Chairil Anwar
Dialah, Miratlah, saat mereka rebah
menatap usang ke dalam pandangnya
coba memisah matanya menantang
yang satu tajam dan jujur yang sebelah
Ketawa diadukan giginya pada ekspresi Chairil,
dan bertanya : “Adakah, adakah kau selalu mesra dan saya bagimu indah ?”
Mirat raba urut Chairil, raba dada
Dan tahukah beliau kini, sanggup katakan
dan tunjukkan dengan niscaya di mana
menghidup jiwa, menghembus nyawa
Liang jiwa-nyawa saling berganti. Dia
rapatkan
Dirinya pada Chairil makin sehati
hilang secepuk segan, hilang secepuk cemas
hiduplah Mirat dan Chairil dengan deras
menuntut tinggi, tidak setapak berjarak
dengan mati
1949
DERAI DERAI CEMARA
cemara menderai hingga jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
saya kini orangnya sanggup tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada alhasil kita menyerah
1949
Tak Sepadan
Aku kira:
Beginilah nanti jadinya
Kau kawin, beranak dan berbahagia
Sedang saya mengembara serupa
Ahasveros
Dikutuk-sumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta
Tak satu juga pintu terbuka
Kaprikornus baik juga kita padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak ‘kan apa-apa
Aku terpanggang tinggal rangka
Cintaku Jauh Di Pulau
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, kini iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, maritim terang, tapi terasa
saya tidak ‘kan hingga padanya.
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan bahtera ke pangkuanku saja,”
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, beliau mati iseng sendiri.
1946
Yang Terampas dan Yang Terputus
kelam dan angin kemudian mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana beliau yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu
di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) hingga juga deru dingin
saya berbenah dalam kamar, dalam diriku jikalau kau datang
dan saya sanggup lagi lepaskan kisah gres padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang
tubuhku membisu dan sendiri, dongeng dan kejadian berlalu beku
1949
Rumahku
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Kaca jernih dari luar segala nampak
Kulari dari gedong lebar halaman
Aku tersesat tak sanggup jalan
Kemah kudirikan saat senjakala
Di pagi terbang entah ke mana
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Di sini saya berbini dan beranak
Rasanya usang lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata bagus madu
Jika menagih yang satu
Senja Di Pelabuhan Kecil
kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua,
pada ceritatiang serta temali.
Kapal, bahtera tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam.
Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan.
Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi.
Aku sendiri.
Berjalanmenyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan sanggup terdekap
Puisi karya Chairil Anwar: AKU
Kalau hingga waktuku‘
Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini hewan jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan sanggup kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Puisi Cinta Singkat "HAMPA"
PuisiChairil Anwar
Kepada sri
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.
Kunjungi:
Sumber https://sertapuisi.blogspot.com/
Penasaran dengan kumpulan puisi-puisi cinta? terutama puisi karya Chairil Anwar, silahkan lanjut bacanya.
Puisi Cinta Karya Chairil Anwar
Cinta dan benci
Aku tidak pernah mengerti
Banyak orang menghembuskan cinta dan
benci
Dalam satu napas
Tapi kini saya tahu
Bahwa cinta dan benci yaitu saudara
Yang membodohi kita, memisahkan kita
Sekarang saya tahu bahwa
Cinta harus siap mencicipi sakit
Cinta harus siap untuk kehilangan
Cinta harus siap untuk terluka
Cinta harus siap untuk membenci
Karena itu hanya cinta yang sungguh2
mengizinkan kita
Untuk mengatur semua emosi dalam
perasaan
Setiap emosi jatuh... Keluarlah cinta
Sekarang saya mengetahui
implikasi dari cinta
Cinta tidak berasal dari hati
Tapi cinta berasal dari jiwa
Dari zat dasar manusia
Ya, saya senang telah mencintai
Karena dengan melaksanakan itu
saya merasa hidup
Dan tidak ada orang yang dapat
merebutnya dariku
Mirat Muda, Chairil Muda
Karya: Chairil Anwar
Dialah, Miratlah, saat mereka rebah
menatap usang ke dalam pandangnya
coba memisah matanya menantang
yang satu tajam dan jujur yang sebelah
Ketawa diadukan giginya pada ekspresi Chairil,
dan bertanya : “Adakah, adakah kau selalu mesra dan saya bagimu indah ?”
Mirat raba urut Chairil, raba dada
Dan tahukah beliau kini, sanggup katakan
dan tunjukkan dengan niscaya di mana
menghidup jiwa, menghembus nyawa
Liang jiwa-nyawa saling berganti. Dia
rapatkan
Dirinya pada Chairil makin sehati
hilang secepuk segan, hilang secepuk cemas
hiduplah Mirat dan Chairil dengan deras
menuntut tinggi, tidak setapak berjarak
dengan mati
1949
DERAI DERAI CEMARA
cemara menderai hingga jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
saya kini orangnya sanggup tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada alhasil kita menyerah
1949
Tak Sepadan
Aku kira:
Beginilah nanti jadinya
Kau kawin, beranak dan berbahagia
Sedang saya mengembara serupa
Ahasveros
Dikutuk-sumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta
Tak satu juga pintu terbuka
Kaprikornus baik juga kita padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak ‘kan apa-apa
Aku terpanggang tinggal rangka
Cintaku Jauh Di Pulau
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, kini iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, maritim terang, tapi terasa
saya tidak ‘kan hingga padanya.
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan bahtera ke pangkuanku saja,”
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, beliau mati iseng sendiri.
1946
Yang Terampas dan Yang Terputus
kelam dan angin kemudian mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana beliau yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu
di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) hingga juga deru dingin
saya berbenah dalam kamar, dalam diriku jikalau kau datang
dan saya sanggup lagi lepaskan kisah gres padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang
tubuhku membisu dan sendiri, dongeng dan kejadian berlalu beku
1949
Rumahku
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Kaca jernih dari luar segala nampak
Kulari dari gedong lebar halaman
Aku tersesat tak sanggup jalan
Kemah kudirikan saat senjakala
Di pagi terbang entah ke mana
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Di sini saya berbini dan beranak
Rasanya usang lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata bagus madu
Jika menagih yang satu
Senja Di Pelabuhan Kecil
kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua,
pada ceritatiang serta temali.
Kapal, bahtera tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam.
Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan.
Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi.
Aku sendiri.
Berjalanmenyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan sanggup terdekap
Puisi karya Chairil Anwar: AKU
Kalau hingga waktuku‘
Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini hewan jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan sanggup kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Puisi Cinta Singkat "HAMPA"
PuisiChairil Anwar
Kepada sri
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.
Kunjungi:
Sumber https://sertapuisi.blogspot.com/
Share this Article