"Anaknya nggak full ASI ya, Bund? Kenapa? Padahal bla bla bla.. bla bla bla.." setiap mendengar atau membaca dialog ibarat itu, seketika saya merasa menjadi Ibu yang paling buruk. Yang terlintas di benak saya adalah; betapa sempurnanya ibu A yang berhasil memberi bayinya full ASI, atau ibu B yang dengan rajinnya menyiapkan segala macam kebutuhan untuk MPASI anaknya.
Kalau kata Mbak Noni di postingan "Belajar Menjadi Tidak Sempurna" itu merupakan salah satu bentuk Idealisme ibu-ibu muda masa kini, padahal tanpa mereka tahu idealisme yang kadang berlebihan itu dapat menyinggung perasaan ibu lain yang mempunyai cara berbeda dalam merawat bayinya. Sebenarnya gampang saja, supaya nggak tersinggungg, mending jangan ikut nimbrung sama dialog serupa, tapi ya, namanya ibu, meskipun belum dapat jadi yang "sempurna" tetap saja membutuhkan banyak gosip penting mengenai bayi, jadilah saya masuk dalam percakapan-percakapan yang kadang menyayat hati tersebut. Baperan, yak.
Keputusan yang saya ambil satu tahun kemudian yakni memberi komplemen sufor bagi anak saya. Sebagai working mom, menurut saya pilihan itu lebih efisien, stamina badan saya dapat lebih terjaga alasannya waktu yang seharusnya buat pumping, dapat saya manfaatkan untuk istirahat, mengingat jikalau malam sudah harus siap siaga setiap mendengar teriakan bayi mungil yang masih belum dapat ganti popok sendiri. Terdengar egois dan kurang perduli, memang. Tapi mencukupi waktu istirahat yang berkurang juga merupakan salah satu cara untuk mengurangi stres yang ujung-ujungnya kurang baik juga jikalau kita NgASI dalam keadaan stres.
"Eman loh ASI-nya, keuntungannya kan banyak dan elok buat bayi.""Saya masih NgASI kok, kan sufor cuma buat pendukung saja""Sufor kan nggak baik buat bayi, Bund""Sufor juga dibentuk melalui proses filterisasi sesuai standart yang berlaku, kan, gila saja produsennya jikalau berani produksi sufor yang bikin ancaman anak".
Kadang saya menenangkan diri saya dengan alasan-alasan tersebut di atas setiap saya down mendengar atau membaca pertanyaan-pertanyaan innocent dari ibu muda masa sekarang kebanyakan. Padahal perkataan mereka memang ada benarnya. Hiks.
ASI yakni yang terbaik untuk anak, tapi saya percaya, dengan banyak sekali macam pertimbangan, semua mempunyai plus-minusnya sendiri-sendiri, dan nggak seharusnya hal itu dijadikan materi yang kadang dapat "menyudutkan" ibu-ibu lain saat menerapkan cara yang berbeda dari idealisme para ibu muda masa kini. Oke, saya memang nggak dapat jadi ibu yang tepat alasannya nggak dapat full ASI, nggak apa-apa saya belum jadi ibu sempurna alasannya saya nggak dapat bikinin MPASI homemade secara rutin ibarat kalian, tapi, sejauh ini alhamdulillah anak saya tumbuh dengan sehatnya, dengan cerianya, dan tanpa banyak drama pada umumnya saat anak sedang melalui proses untuk menemukan kepintarannya (read; mau tengkurap, gigi tumbuh, dapat jalan, etc).
Share this Article